Jumat, 28 Maret 2008

HUBUNGAN TEORI DAN KENEGARAAN

Teori (theory) dalam suatu ilmu pengetahuan merupakan dasar pijakan yang mesti dipahami oleh setiap ilmuwan. Benjamin B. Wolman dalam The Psycoanalytic Interpretion of history menyatakkan bahwa “A theory is a set of hypothetical proposition that bind the empirical data in a causal, teleological, or any others interpretative system, (teori adalah sekumpulan dugaan (hipotesis) gagasan yang berasal dari data empiris yang tetap dalam suatu sebab-akibat, yang mengarah pada suatu tujuan (teleologis), atau hal-hal lain dari sistem penafsiran).
Kajian terhadap teori menjadi sangat penting dilakukan untuk menjawab permasalahan yang terjadi dalam kehidupan, baik lingkup kecil ataupun besar yang muncul karena adanya kepentingan, baik kepentingan yang sama, terlebih lagi kepentingan yang berbeda. Walau tidak setiap saat teori mampu menjawab setiap permasalahan yang muncul.
Praktek ketatanegaraan merupakan bagian dari kehidupan tersebut, menjadi sangat menarik untuk dikaji karena praktek ketatanegaraan melibatkan masyarakat besar dan kepentingan (interest) yang beragam, yang diwakili oleh individu-individu bebas, gabungan dari individu bebas yang tidak terorganisasi, atau oleh gabungan individu bebas yang terorganisasi dalam inprastruktur politik atau suprastruktur politik, baik yang bersifat kelompok-kelompok kepentingan (interest groups) atau kelompok-kelompok penekan (pressure groups) yang terwadahi dalam organisasi politik (orpol), organisasi massa (ormas), atau organisasi-organisasi lainnya.

A. Arti Penting Teori
Teori sebagai suatu kajian dalam lingkup ilmu pengatahuan kontemporer (modern), menduduki peran dan posisi yang sangat strategis. Dalam banyak hal teori seringkali dipersamakan maknanya dengan filsafat atau sebagai salah-satu cabang filsafat yang disebut dengan filsafat pengetahuan (theory of knowledge, erkennistlehre, kennesleer atau epistemology). Perkembangan berikutnya adalah filsafat pengetahuan ini (theory) berkembang menjadi filsafat ilmu (philosophy of science, wissenchaflehre, atau wetenschapleer).
Secara umum, baik filsafat pengetahuan (theory of knowledge) maupun filsafat ilmu (philosophy of science) berpangkal dan berujung pada penggunaan logika (pemikiran) dan epistimologi, yang meliputi sumber, struktur, sarana, metode dan tatacara (mekanisme) menggunakan sarana untuk mencapai pengetahuan ilmiah (science) dengan ciri pokok pertanyaan pada apa dan bertujuan pada kelurusan berpikir.
Atas dasar pemikiran sebagaimana disebut di atas, maka arti pentingnya teori adalah memberikan orientasi pada kejelasan dan kejernihan pemahaman yang bersifat kognitif, dengan perincian sebagai berikut:
1. membentuk pemahaman terhadap arti (essence) dari sesuatu kajian atau permasalahan;
2. penjernihan terhadap batasan-batasan dari suatu permasalahan yang dibahas;
3. membantu menyediakan dugaan awal (hypothesis) terhadap kemungkinan-kemungkinan masa depan;
4. membantu menemukan, identifikasi dan menginventarisasi permasalahan serta mengelompokkannya (klasifikasi) berdasarkan tingkat kesulitan yang ada; dan
5. alat atau sarana (tool) bagi pemecahan masalah (problem solving) yang ditemukan.

B. Teori dan Kenegaraan
Sebagaimana halnya dengan bidang-bidang kajian lainnya, teori dalam sistem, bangunan (struktur), dan praktek kenegaraan pada umumnya dan di Indonesia khususnya memiliki peran yang sangat penting. Beberapa peran penting fungsi teori dalam praktek kenegaraan adalah sebagai berikut:
1. membantu menemukan (to look for), mengidentifikasi (to identified), dan memecahkan (to solve) masalah-masalah. Dalam praktek kenegaraan misalnya, penggunaan teori dapat membantu kejelasan hubungan atau relasi tata kerja antar lembaga-lembaga negara (staatsorganen atau political institution) yang ada berdasarkan struktur dan fungsinya.
2. membantu penyajian kategori-kategori, klasifikasi, atau prioritasi (priority) dalam mengorganisasi kekuasaan pemerintahan negara. Prioritasi dalam pengorganisasian kekuasaan pemerintahan negara yang didasarkan atas penggunaan ilmu pengetahuan (theory) akan memudahkan percepatan perwujudan tujuan nasional (negara).
3. membantu menyediakan sangkaan awal atau patokan duga (hypothesis) terhadap peluang, ancaman, hambatan, dan tantangan yang akan dihadapi dari macam-macam pilihan terhadap sistem ketatanegaraan yang dijadikan pilihan (option).
4. membantu merumuskan atau memformulasikan (to formulated) bentuk atau ukuran-ukuran (standardisasi) guna dijadikan sebagai dasar bagi perwujudan cita-cita negara. Dalam konteks keIndonesiaan misalnya, pengimplementasian atau perwujudan dari 4 (empat) tujuan negara yang terdapat pada Alinea IV UUD 1945.

Tidak ada komentar: