Rabu, 02 April 2008

KEKUASAAN PRESIDEN PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

A. Pendahuluan
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia baik sebelum maupun sesudah adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Presiden mempunyai kedudukan sebagai Kepala Negara sekaligus merangkap sebagai Kepala Pemerintahan. Menyatunya kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan merupakan konsekuensi logis dari pemilihan bentuk pemerintahan republik yang bersistemkan presidensial.
Perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 sejak semula memang dirancang dalam rangka untuk mewujudkan demokrasi dan kedaulatan rakyat. Rangkaian perubahan, khususnya perubahan III UUD NRI Tahun 1945 tahun 2001 membawa implikasi yang sangat mendasar (fundamental) terhadap kedudukan lembaga kepresidenan. Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan oleh rakyat”. Artinya presiden tidak lagi sebagai mandataris MPR yang bertanggungjawab kepada Majelis akan tetapi bertanggungjawab secara langsung kepada rakyat. Presiden dan Majelis berkedudukan sebagai lembaga negara yang sederajat sebagaimana halnya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, akan tetapi diberikan fungsi yang sama dalam rangka mewujudkan pengawasan dan penyeimbangan satu dengan lainnya dalam satu sistem (checks and balances system).

B. Pembahasan
1. Kekuasaan Presiden
Kedudukan Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan posisi yang sangat strategis dan berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Karena itu tugas dan wewenang Presiden selalu dirinci secara utuh (detail) di dalam Konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara. Secara umum wewenang Presiden di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) mencakup bidang-bidang sebagai berikut: (Jimly, 2005: 222-224)
a. Kekuasaan Eksekutif (executive power)
Kewenangan yang bersifat eksekutif (executive power) atau menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar (to govern based on the constitution). Bahkan, dalam sistem yang lebih ketat, semua kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh presiden haruslah didasarkan atas perintah konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian kecenderungan yang biasa terjadi dengan apa yang disebut dengan discretionary power, dibatasi sesempit mungkin wilayahnya.
b. Kekuasaan Legislatif (legislative power)
Kewenangan yang bersifat legislatif (legislative power) atau untuk mengatur kepentingan umum atau publik (to regulated public affairs based on the law and the constitution). Dalam sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) kewenangan legislasi berada di parlemen, bukan di pemerintahan. Namun jika dianggap perlu, kewenangan ini dapat dilakukan oleh eksekutif melalui derivasi perundang-undangan.
c. Kekuasaan Yudisial (judicial power)
Kewenangan yang bersifat yudisial (judicial power) dalam rangka pemulihan keadilan yang terkait dengan putusan pengadilan, yaitu untuk mengurangi hukuman, memberikan pengampunan, ataupun menghapuskan tuntutan yang terkait erat dengan kewenangan pengadilan.
d. Kekuasaan Diplomatik (diplomatic power)
Kewenangan yang bersifat diplomatik (diplomatic power), yaitu menjalankan perhubungan dengan negara lain atau subjek hukum internasional lainnya dalam konteks hubungan luar negeri, baik dalam keadaan perang maupun damai. Dalam hal ini kedudukan Presiden adalah sebagai pimpinan negara dan simbol kedaulatan politik negara yang berhadapan dengan negara lain.
e. Kekuasaan Administratif (administrative power)
Kewenangan yang bersifat administratif (administrative power) untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan-jabatan kenegaraan dan jabatan-jabatan administrasi negara. Karena Presiden juga merupakan kepala eksecutif (chief of executive) maka sudah semestinya Presiden juga berhak untuk mengangkat dan memberhentikan orang dalam jabatan pemerintahan atau jabatan administrasi negara.

Berdasarkan 5 (lima) bidang kekuasaan yang dimiliki Presiden tersebut di atas dan pemisahan peran Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dalam konteks sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, maka kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara yang memiliki hak-hak istimewa (prerogative power), oleh UUD NRI Tahun 1945 dijabarkan sebagai berikut:
1. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (executive power). (Pasal 10)
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain atas persetujuan DPR (diplomatic power). (Pasal 11 ayat (1) dan (2))
3. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (executive power). (Pasal 12)
4. Mengangkat duta dan konsul (diplomatic power). (Pasal 13 ayat (1) dan (2))
5. Menerima duta dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (diplomatic power). (Pasal 13 ayat (3))
6. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (judicial power). (Pasal 14 ayat (1))
7. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (judicial power). (Pasal 14 ayat (2))
8. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan (executive power). (Pasal 15)
9. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (administrative power). (Pasal 23F ayat (1))
10. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (administrative power). (Pasal 24A ayat (3))
11. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (administrative power). (Pasal 24B ayat (3))
12. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Mahkamah Agung (administrative power). (Pasal 24C ayat (3))

Sebagai Kepala Pemerintahan, presiden secara konstitusional juga diberikan wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (executive power). (Pasal 4 ayat (1))
2. Mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (legislative power). (Pasal 5 ayat (1))
3. Menetapkan Peraturan Pemerintah (legislative power). (Pasal 5 ayat (2))
4. Membentuk dewan pertimbangan (executive power). (Pasal 16)
5. Mengangkat dan memberhentikan para menteri (executive power). (Pasal 17 ayat (2))
6. Mengajukan 3 calon hakim konstitusi (executive power). (Pasal 24C ayat (3))

Disamping memiliki 3 (tiga) kewenangan sebagaimana telah disebutkan di atas Presiden selaku Kepala Pemerintahan juga mempunyai kewenangan yang berhubungan dengan fungsi legislasi (legislative function), sebagaimana disebutkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya” dan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu “Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.
Dalam kedudukannya sebagai kepala negara, kekuasaan presiden hanyalah kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Presiden sebagai kepala negara Republik Indonesia adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia.
Sebagai kepala pemerintahan, kekuasaan presiden di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan kekuasaan eksekutif (executive power) dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga legislatif. Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi, keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi (undang-undang dasar) dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini sangat besar dan harus mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan.
Dalam menjalankan tugas wewenangnya sebagai kepala pemerintahan, presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet, yang memegang kekuasaan eksekutif dalam bidangnya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari.

2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang dilandasi semangat dan pemikiran penguatan prinsip kedaulatan rakyat dalam konstitusi, berdampak pula terhadap gagasan reformasi sistem pemilihan presiden dan wakil presiden. Kaidah-kaidah pokok yang diatur oleh UUD NRI Tahun 1945 mengenai sistem dan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Syarat-syarat Pencalonan
Pencalonan residen dan Wakil Presiden secara umum diatur berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a. warganegara Indonesia;
b. tidak pernah mengkhianati negara;
c. mampu secara rohani dan jasmani.
Ketentuan-ketentuan sebagaimana disebut di atas masih sangat umum dan tidak mencukupi untuk menyaring calon Presiden dan Wakil Presiden yang kredibel (credibility) dan akuntabel (accountability). Karena itu, Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanat pengaturan lebih lanjut dengan undang-undang.
Pengaturan lebih lanjut mengenai pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003, disebutkan bahwa calon Presiden dan wakil Presiden harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Warganegara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
3. tidak pernah mengkhianati negara;
4. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugad dan kewajiban sebagai presiden dan Wakil Presiden;
5. bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
6. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
7. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara;
8. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
9. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
11. terdaftar sebaagi pemilih;
12. memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
13. memiliki daftar riwayat hidup;
14. belum pernah menjabat Presiden dan Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
15. setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
16. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat;
17. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
18. berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat;
19. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
20. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Poin 19 dari syarat calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diuraikan di atas yang diatur pada ketentuan huruf s Pasal 6 Nomor 20 Tahun 2003 tersebut ini telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor ....Tahun ..... tanggal

b. Mekanisme Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelumnya. Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.
Jika dalam pimilihan umum Presiden dan Wakil Presiden didapat suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) disetiap propinsi yang tersebar dilebih dari ½ (setengah) jumlah propinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden mengikuti pemilihan umum putaran kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum putaran kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

2. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, apabila Dewan Perwakilan Rakyat berpendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota.
Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permintaan diterima. Jika terbukti, maka Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima. Keputusan diambil dalam sidang paripurna, dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga per empat) jumlah anggota, disetujui sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) jumlah yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan. Apabila usul pemberhentian presiden diterima Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Presiden dan/atau Wakil Presiden diberhentikan.

3. Penggantian dan Pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang Lowong
Tiada keabadian di dunia, demikian mungkin yang dapat disematkan untuk memberikan jawaban atas setiap keterbatasan yang ada. Islam, melalui Al-Qur’an (Q.S. Al-Anbiya’ : 35) juga tegas menyatakan, ”Kullu nafsin dzaiqatul maut” setiap yang bernyawa pasti akan mati. Dapat diartikan pula secara umum bahwa setiap ciptaan pasti akan musnah.
Dalam konteks bernegara misalnya, antisifasi atas ketidakmampuan untuk melihat masa depan tersebut diatur dalam mekanisme penggantian dalam masa jabatan sementara ataupun tetap, baik karena berhenti atau karena diberhentikan.
Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 berdasarkan ketentuan Pasal 8 memberikan klasifikasi dan mekanisme penggantian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya, baik secara sendiri-sendiri ataupun bersamaan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Presiden Berhenti, diberhentikan, atau tidak Mampu menjalankan Tugas
Pengaturan mengenai hal Presiden berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil presiden sampai habis masa jabatannya, diatur pada ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, ”Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya”.

b. Pemilihan Wakil Presiden yang Lowong
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 (dua) calon Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 (enam puluh) hari Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memilih Wakil Presiden. Hal ini merupakan konsekuensi Pasal 8 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, “Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden”

c. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang Lowong
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden keduanya berhalangan tetap secara bersamaan, maka pelaksanaan tugas kepresidenan dijalankan secara bersama-sama oleh triumpirat, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan. Tahapan berikutnya adalah dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh partai politik (atau gabungan partai politik) yang pasangan Calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya.

C. Penutup
Sebagaimana alasan dan kesepakatan dasar perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang salah-satunya adalah untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial, dimana presiden sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara prinsipil telah mengarah pada penguatan, namun dalam beberapa hal wewenang presiden tersebut masih dapat ditemukan pengaruh dari lembaga-lembaga negara lainnya, khususnya pengaruh dari lembaga parlemen (DPR).


Daftar Pustaka
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, Jakarta, 2005
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden